Anime vs sinetron di mata KPI
Ini hanya Copas dari sebuah postingan yang saya baca di sebuah forum
anime Indonesia.
Tidak ada maksud melecehkan atau semacamnya, saya
hanya mau m
embuka pikiran kita semua untuk merenungi dan memahami
anime dengan lebih mendalam lagi. Ayo demo dengan cara sebarkan ini…
"Suatu saat nanti, aku akan menjadi raja bajak laut!" Tahukah kalian
siapa yang pernah berbicara seperti itu? Yep, dialah Luffy, tokoh
utama dari serial anime & manga berjudul One Piece. Serial hasil
karya mangaka bernama Eiichiro Oda ini sudah menjadi hits di berbagai
negara, dan menjadi serial manga & anime paling digemari &
dinanti. Meskipun bercerita mengenai bajak laut, One Piece tidak serta
merta hanya berisikan pertarungan, kekerasan, maupun peperangan saja.
Dari segi cerita, berbagai macam fantasi dan juga imajinasi yang
dibagikan oleh Oda sensei melalui guratan tintanya sukses menghipnotis
para pembaca manga&juga penonton setia animenya. Banyak sekali
unsur positif yang terselip di anime semacam One Piece ini.
Persahabatan, Perjuangan, mimpi, harapan & cita-cita. Melalui anime
ini, Oda sensei mengajarkan pada kita mengenai nilai hidup, pesan
moral, hingga arti persahabatan&perjuangan. Namun, apa yang
terjadi? Komisi Penyiaran Indonesia
pernah melabeli One Piece sebagai
salah satu anime yang tidak layak tayang di Indonesia. Well...well...
Di postingan ini, saya tidak mengajak kalian untuk bicara soal One Piece
kok... Saya cuma mengambil One Piece sebagai contoh saja. Bersama One
Piece, ada Naruto, Bleach, Conan, hingga Death Note yang harus menerima
cap 'bermasalah' di beberapa stasiun tv kita. Mengapa? Apa yang salah
dengan anime-anime itu? Nah, ini dia yang hendak saya bahas disini…
Saya akui, saya bukan yang pertama bicara seputar masalah ini. Hanya
saja, jika kalian (termasuk saya) memang menyukai anime, maka sudah
sewajarnya kita mulai berpikir lebih kritis lagi mengenai hal ini. Biar
saya bercerita sebentar… Suatu ketika, pada saat saya tengah menonton
anime (Naruto kalo nggak salah...), datanglah teman saya. Saya
persilakan dia masuk, duduk diruang tamu, dan ngobrol sejenak. Ketika
dia melihat ke arah layar tv saya, dia lantas nyeletuk seperti ini:
"Ngapain kamu nonton kartun beginian? Kayak anak kecil aja..." Yah,
saya nggak terlalu bisa mendebat dia saat itu. Tapi, ketika esoknya
saya berkunjung ke rumahnya, dia malah lagi nonton sinetron, dimana
disitu bercerita tentang pesugihan, dan ada adegan
orang lagi berantem
dengan laba-laba 3D. What the...? (Kalian tau kan, sinetron yang saya
maksud?) Anime & sinetron khas Indo. Menurut kalian, mana yang
seharusnya mendapat label 'bermasalah'? Menurut saya, inilah akar dari
permasalahan ini…
Di persepsi sebagian besar orang Indonesia, anime
dianggap sebagai kartun, yang diperuntukkan bagi anak-anak. Berbagai
macam judul dan genre anime yang ada dipukul rata, seakan-akan semuanya
itu hanya untuk anak-anak. Sehingga muncul sebuah anggapan bahwa anime
memang acara untuk anak-anak. Sebenarnya, tanggapan ini tidak
sepenuhnya salah, dikarenakan memang ada banyak anime yang bobot
ceritanya ringan, penuh adegan & karakter lucu, dan dipadu dengan
animasi warna-warni yang menarik. Khas sekali dengan karakteristik
anak-anak usia 6-9 tahun. Hanya saja, tidak semua judul anime seperti
itu. Untuk lebih mudah membandingkannya, mari kita ambil beberapa
contoh. Lihatlah anime berjudul
Doraemon, Minky momo, P-Man, Ninja
Hattori, hingga Bakabon. ceritanya ringan, simple, lucu, dan sangat
mudah dimengerti. Jelas sekali bahwa anime-anime tersebut
diperuntukkan
bagi anak-anak. Kemudian, mari kita tengok judul-judul lain, seperti
One Piece, Naruto, Bleach, Dragon Ball, hingga Fairy Tail. Ada adegan
kekerasannya, tapi masih dalam tahap wajar. Cerita yang menantang,
tegang, dan penuh petualangan. Pasti ini diperuntukkan bagi penonton
usia remaja, yang mulai berpikir kritis. Lantas, bagaimana dengan
Evangelion, Death Note, Detective Conan, Code Geass, Blood+ hingga
Bakemonogatari? Kebanyakan dari anime-anime itu terselip unsur
Gore,
violent, pembunuhan, jalan cerita yang rumit, hingga terkadang terselip
adegan-adegan vulgar. Jelas sekali, mereka tergolong dalam
kategori
anime dewasa. Inilah dia, satu point penting yang menurut saya
diabaikan oleh KPI…
Rating! Di Jepang, semua animesudah tentu
dikelompokkan menurut ratingnya. Sehingga, jam penayangannya pun
berbeda-beda. Masalahnya, rating tersebut seperti tidak berlaku di
Indonesia. Pihak televisi membuat anime tersebut seolah-olah untuk
anak-anak. Hal ini bisa dilihat dari jam tayang dan penayangan iklan.
Mayoritas anime-anime remaja & dewasa ditayangkan saat jam
anak-anak aktif di rumah (minggu atau sore hari) dengan iklan yang juga
untuk anak-anak. Hal yang terjadi berikutnya pun sudah bisa ditebak.
Bayangkan reaksi seorang ibu,yang tengah menyuapi anaknya di depan tv
di hari minggu pagi, dan terbelalak kaget melihat adegan vulgar dianime
Ranma 1/2 yang luput sensor. Hal ini sudah pasti akan memberikan
persepsi negatif dimata orang tua. Secara sepihak, mereka akan menilai,
bahwa anime itu:
1. Penuh dengan unsur kekerasan
2. Merusak moral
3.
Porno!
4. Nggak mendidik lah, Nggak bermanfaat lah, dsb...
Padahal,
banyak tayangan buatan Indonesia yg jauh lebih tidak mendidik, seperti
sinetron, film percintaan remaja juga film horor. Di kala
tayangan-tayangan Indonesia tidak mendidik, KPI malah sibuk mengurusi
tayangan luar tanpa mengurusi tayangan negeri sendiri (hanya sedikit
dari banyak tayangan bermasalah negeri sendiri yangdiurusi KPI).
Lantas, siapa yang salah? Pihak stasiun televisi, badan lembaga sensor
Indonesia & juga KPI harusnya lebih responsif dan peka mengenai
masalah ini. Seharusnya sebelum ditayangkan, anime dikaji terlebih
dahulu. Mengenaigenre, dan juga ratingnya (jangan asal sensor
melulu...).
Ketika genre & rating sudah ditetapkan, maka baru bisa
dipilih jam tayang yang tepat. Tidak sepatutnya anime-anime seperti
Ranma, Shinchan, hingga Conan tayang di jam anak-anak. Sudah pasti
anak kecil bakalan melongo gak tahu apa-apa ketika melihat conan
menjabarkan analisisnya didepan si pelaku. Sudah pasti si Ibu akan
kelabakan mendapati tingkah anaknya yang coba-coba menggambar 'si
gajah' gara-gara terpengaruh anime Crayon Shinchan. Sudah pasti si anak
kecil bakalan meniru adegan-adegan kekerasan ala Naruto. Jika hal
semacam ini sudah terjadi, maka cap buruk langsung dialamatkan pada
anime yang bersangkutan. Mereka akan menilai anime ini buruk, karena
berisi adegan kekerasan, vulgar, pembunuhan, dan lain sebagainya, yang
tidak pantas ditonton oleh anak-anak (Halooo? perasaan anime-anime itu
emang bukan untuk anak-anak, deh...).
Buntutnya, beberapa judul anime
top di Jepang justru tidak masuk, dan dilarang tayang di Indonesia.
Sejujurnya saya berpendapat bahwa kualitas serial di Indonesia sendiri
tidak jauh lebih baik dari anime bahkan lebih buruk. Saya tidak akan
menyebutkan nama, tetapi berulang kali saya selalu melihat beberapa
sinetron yang membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan otak. Yang
ditayangkan kebanyakan adalah percintaan, gaya hidup konsumtif hingga
obrolan-obrolan sampah yang tidak berkualitas serta tidak mendidik.
Penyelesaian dari hal ini memerlukan perhatian lebih dari pihak stasiun
televisi, dan juga KPI itu sendiri. Dengan penilaian & pengkajian
mendalam mengenai judul anime yang hendak tayang, akan memberikan
pemahaman & juga memberikan persepsi baru bagi masyarakat awam,
bahwa anime tidak seutuhnya untuk anak-anak, dan anime tidak selalu
memberikan pengaruh negatif. Selain itu, selalu ada pesan moral yang
terkandung dalam sebuah anime. Catat ini! Di hampir semua anime yang
sudah saya tonton, selalu terselip nilai-nilai positif, yang
benar-benar besar manfaatnya jika bisa diaplikasikan di kehidupan kita.
Beberapa sisi positif yang terdapat dalam anime adalah:
1. Anime
mengajarkan kita untuk selalu berimajinasi. Imajinasi itu penting!
Bahkan, Einstein sendiri berkata bahwa imajinasi jauh lebih penting
dibandingkan ilmu pengetahuan.
2. Anime mengajarkan kita bahwa kebaikan
akan selalu menang. Klasik, memang. Tapi tunggu dulu... bukankah hal
ini patut untuk ditanamkan dalampikiran anak-anak sejak usia dini?
3.
Anime mengajarkan berbagai hal penting seperti nilai persahabatan,
pengorbanan, kebenaran, hingga perjuangan (terutama dalam meraih
cita-cita).
Sedangkan sinetron mengajarkan kita untuk... eeenggg... apa
ya? Oh, ya saya ingat. Sinetron mengajarkan kita untuk selalu:
1.
Berpakaian tidak rapi disekolah
2. Dugem,&mabok-mabokan.
3. Berantem
rebutan pacar.
4. Menjadi ortu jahat bin sadis & gemar menyiksa
5.
Percaya pada hal-hal gaib or mistis.
6. Naik Elang 3D kemanapun kita
pergi. Hahahaha...
Menurut kalian, mana yang seharusnya pantas untuk
dicap 'bermasalah'? Jadi, sudah paham kan, point-point dari pembahasan
kita diatas? Kesimpulannya, Tidak semua judul anime layak untuk
ditonton oleh anak-anak. Karena, sebagian merupakan anime yang
diperuntukkan bagi pemirsa remaja, sebagian lagi dewasa. Jadi, jangan
caci maki orang dewasa yang masih suka menonton anime, karena itu bukan
hal yang salah. Selain itu, anime selalu punya nilai moral yang begitu
bermanfaat jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi,
jangan mentang-mentang adegannya berantem, jangan langsung men-judge
bahwa anime itu tidak bermanfaat.
Ada pesan yang ingin saya bagikepada
bapak/ibu sekalian, yang seringkali melarang putra-putrinya untuk
menonton anime… Jangan terus-terusan menyudutkan anime, dan mencapnya
dengan berbagai hal negatif. Di Indonesia sendiri, banyak sekali acara
yang dampaknya jauh lebih negatif jika dibandingkan dengan anime
(Mau,saya jabarkan satu-per satu disini?). Dan ironisnya, orang tua
kebanyakan justru 'menghalalkan' acara-acara semacam itu untuk
ditonton. Jelas, ada yang salah disini.
Lalu, untuk Lembaga negara
independen yang bernama Komisi penyiaran Indonesia… Kajilah setiap
tayangan dengan lebih mendalam, baik itu tayangan yang berasal dari
dalam maupun luar negeri. Tentukan ratingnya dengan benar (tayangan ini
layak ditonton oleh siapa), dan pilihkan jam tayang yang tepatbagi
tayangan tersebut. Jika hal-hal yang saya sebutkan tadi sudah
dilakukan, maka saya yakin tak akan lagi muncul masalah semacam ini.
Terakhir, saya berpesan pada pembaca sekalian… Jika kalian adalah
anak-anak, tontonlah anime sewajarnya. Dalam artian, tidak semua judul
bisa kalian telan. Untuk beberapa judul, ada baiknya jika kalian minta
didampingi oleh orang tua. Jika anda adalah orang tua dan memiliki anak
yang hobi menonton anime, maka jangan khawatir. Anime bukan racun bagi
anak anda, asal anda selektif, dan paham mengenai nilai moral
didalamnya yang bisa diajarkanpada anak anda. Dan, jika andaa dalah
orang dewasa yang masih mencintai anime, jangan khawatir. Anda normal.
Teruslah berimajinasi, dan teruslah menikmati alur cerita yang tersaji.
Sekian dari saya dan terima kasih banyak atas perhatian anda. Semoga
ini bisa jadi bahan renungan untuk kita semua.
sumber : http://hanifefrico.blogspot.co.id/2013/07/anime-vs-sinetron-di-mata-kpi.html